“Mengutip kata kata
Rumi : Hingga titik paling rendah, Bersujud Sepenuh”
Meleburkan ego, tak ada
amarah, tak ada dendam, menjauhkan rasa dengki, tanpa pamrih. Hanya Dia lah
satu satunya alasan membuatku untuk sujud.
Anggap saja saya sedang
baik baik saja, jika dibandingkan dengan penderitaan yang dilalui banyak orang
di luar sana tak ada apa apanya dan tak sebanding. Bukan hendak mengeluh,
berlemah diri dan merasa tak sanggup, tapi saya hanyalah seorang manusia biasa
yang penuh dengan lumuran dosa yang ingin menjadi orang baik. saya mungkin membutuhkan sesuatu entah itu tempat, ruang
atau apapunlah yang bisa saya jadikan untuk sekedar melepaskan beban yang ada. Segala
sesuatu yang dijalani tidak akan pernah terlepas dari yang nama nya baik dan
buruk salah dan benar. Tapi ketika optimis untuk menjalani sesuatu yang baik
selalu ada secercah harapan di ujung sana, selalu akan ada yang menuntut ke
arah cahaya di seberang sana.
Ya, beginilah hidup. Tak
semuanya bisa berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Setiap orang
memiliki jalan hidup yang berbeda. Tapi masih saja ada orang yang dengan
seenaknya suka mengomentari hidup orang lain. Suka menjelekkan satu sama lain. Menebar
fitnah, dan kemudian bertransformasi menjadi malaikat pencatat aib orang lain
bahkan ada yang lebih mengerikan dari itu ia menjelma menjadi malaikat maut
yang mengambil hak hidup orang lain.
Harusnya kita sama sama
tau dan pahami, orang yang mengaku diri nya suci saat ini bukan berarti
sebelumnya ia tak pernah melakukan kesalahan, begitupun sebaliknya setiap
pendosa ia berhak untuk masa depan yang baik. Kita tak pernah tau hidup seperti
apa yang di jalani seseorang, sehingga pantas kah kita merasa benar untuk
mengomentari hidupnya ?
Dalam buku yang
berjudul Dua Belas Empat Belas Ada yang
menanyakan, adakah manusia mulia karena kemanusiaannya ? atau karena Akhlaknya
? dan seseorang yang lain menjawab : manusia sudah mulia bahkan sejak ia
membuka mata, sejak ia tumbuh dalam rahim ibunda, tak boleh ada yang
merendahkan, menghina, menyakiti, menganiaya dan meremehkan. Semoga bisa
memahami pernyataan ini dengan baik.
Lagi lagi harus tetap
berlapang dada, bukan dengan terpaksa tapi seharusnya untuk tetap belajar
melepaskan apa yang tidak perlu. Untuk tetap diam pada saat ada yang mencaci,
untuk tetap memaafkan pada saat ada yang menyakiti. Bukan berarti membiarkan
diri terzholimi, tetapi tidak ingin membuat diri kita tidak terhormat dengan
membalas perlakuan yang sama.
Seperti apa yang
disampaikan oleh Imam Ali,
Kita
tak perlu menjelaskan diri kita pada siapapun,
karena
yang mencintaimu tak membutuhkan itu.
Dan
yang membencimu tak percaya itu.
Untuk
itulah berusaha tetap memperlakukan orang lain dengan baik, sebagaimana kita
ingin diperlakukan. Pun tak perlu risau lagi jika ada yang membuat dan
memperlakukan mu tak semestinya, karena ada yang pernah bilang korban pertama
dari penebar kebencian adalah pelakunya, ia yang mengucapkan tak pantas akan mendengar
yang tidak pantas pula, kata kata yang tidak enak didengarkan memang dikeluarkan
oleh orang yang tak layak. Jadi, biarkan lah itu menjadi urusannya, karena hari
pengakiman telah menyediakan kavling nya masing masing.
Jadi,
sudahkah kau tak risau lagi nona ?
Mulai
lah untuk tersenyum.
0 komentar:
Posting Komentar