Untuk menuliskan
tentang mu aku mungkin butuh banyak mengingat kembali apa saja yang telah kita
lewati “bersama”. Kita tak pernah sebelumnya berkenalan, saling mengucapkan
nama masing-masing. Betapapun sederhananya akan kuperbaiki banyak yang hal yang
dulu terlewatkan dipikiranku, kamu !
Aku tak pandai menulis
kata, merangkainya menjadi satu kesatuan yang indah tapi untuk mu akan ku coba.
Aku menyukai salah satu cerpen mini yang dituliskan ka Deasy, aku tak pernah
sekalipun bertemu dengannya tapi tulisannya kali ini mengingatkanku padamu. Karena
kita pernah mengalaminya.
Nyaris
Bukan Metafora !
Buatmu,
tentu juga buatku. Tidaklah sebentar untuk tiba di jenak ini.
Di meja persegi dengan dua kursi berhadapan, dua gelas minuman ringan pada kenangan yang merambat panjang.
Di antara jarak sedemikian rekat kita kehabisan ucapan, lantas memulainya dari lagu yang merajai ruangan. Lagu dengan segerombolan ingatan tanpa perlu di nyanyikan ulang. Kau tersipu, aku mengerling. Meski tak sepenuhnya yakin apakah lagu itu lucu. Namun mata kita tertumbuk untuk sama-sama mematahkan beku.
Kau bicarakan tentang lautan, aku menyelipkan ombak.
Kau katakan tentang senyumanku, aku menimpali tentang matamu
Oh tak ada yang sungguh jemu bagi percakapan yang berisi puja-puji. Lalu sisanya kita habiskan untuk termangu, menukarkan ingatan yang berlalu lalang.
"Jika lorong waktu benar adanya, kau akan kemana?"
"Ke ruang paling sunyi tempat segala debar berdenyar lantang" sahutmu datar
Kitapun mengemas diam, menekuni tanya jawab yang keruh diterjemahkan lengang.
Semakin rajin kita melebur tatapan, kita mencari-cari warna dalam bola mata atau berkali kedipan sekadar megelabui canggung.
"Aku suka matamu, penuh ombak" ucapku
"Aku suka senyummu, penuh cerita" ucapmu
Dua gelas minuman menjadi lebih ramai menandai apa-apa yang tak tumpah dikisahkan, apa-apa yang menggenang di permukaan telaga mata, apa-apa yang hampir jadi agung dalam kerahasiaan.
"Kapan lagi?" Kata-katamu terhenti, aku menoleh.
"Kapan lagi kita dipertemukan waktu?" Tanyamu.
"Tidak tahu, aku hanya mengerti bahwa tak pernah ada yang kebetulan" senyumku mengurai.
"Senyummu bercerita" Ujarmu.
"Matamu menghanyutkan" Ujarku.
Ruangan menyaji lagu, lagi-lagi lagu yang menyeret berton-ton hentakan di dada.
"Kelak, ombak yang sama akan memulangkan sebagaimana ia menghanyutkanmu" kalimatku giris entah terucap dalam nada apa.
"Iya, sebenarnya kita hanyalah lingkaran" singkatmu.
Dua gelas minuman menjadi lusuh di meja persegi dengan dua kursi berhadapan.
Bahwa perjumpaan ini baik adanya...
kemudian hanya senyap dan tubuh-tubuh yang berjalan pulang.
DT, di penghujung 2013.
- Jakarta, Gramedia Matraman -
memungut kepingan ingatan yang tercecer !
Di meja persegi dengan dua kursi berhadapan, dua gelas minuman ringan pada kenangan yang merambat panjang.
Di antara jarak sedemikian rekat kita kehabisan ucapan, lantas memulainya dari lagu yang merajai ruangan. Lagu dengan segerombolan ingatan tanpa perlu di nyanyikan ulang. Kau tersipu, aku mengerling. Meski tak sepenuhnya yakin apakah lagu itu lucu. Namun mata kita tertumbuk untuk sama-sama mematahkan beku.
Kau bicarakan tentang lautan, aku menyelipkan ombak.
Kau katakan tentang senyumanku, aku menimpali tentang matamu
Oh tak ada yang sungguh jemu bagi percakapan yang berisi puja-puji. Lalu sisanya kita habiskan untuk termangu, menukarkan ingatan yang berlalu lalang.
"Jika lorong waktu benar adanya, kau akan kemana?"
"Ke ruang paling sunyi tempat segala debar berdenyar lantang" sahutmu datar
Kitapun mengemas diam, menekuni tanya jawab yang keruh diterjemahkan lengang.
Semakin rajin kita melebur tatapan, kita mencari-cari warna dalam bola mata atau berkali kedipan sekadar megelabui canggung.
"Aku suka matamu, penuh ombak" ucapku
"Aku suka senyummu, penuh cerita" ucapmu
Dua gelas minuman menjadi lebih ramai menandai apa-apa yang tak tumpah dikisahkan, apa-apa yang menggenang di permukaan telaga mata, apa-apa yang hampir jadi agung dalam kerahasiaan.
"Kapan lagi?" Kata-katamu terhenti, aku menoleh.
"Kapan lagi kita dipertemukan waktu?" Tanyamu.
"Tidak tahu, aku hanya mengerti bahwa tak pernah ada yang kebetulan" senyumku mengurai.
"Senyummu bercerita" Ujarmu.
"Matamu menghanyutkan" Ujarku.
Ruangan menyaji lagu, lagi-lagi lagu yang menyeret berton-ton hentakan di dada.
"Kelak, ombak yang sama akan memulangkan sebagaimana ia menghanyutkanmu" kalimatku giris entah terucap dalam nada apa.
"Iya, sebenarnya kita hanyalah lingkaran" singkatmu.
Dua gelas minuman menjadi lusuh di meja persegi dengan dua kursi berhadapan.
Bahwa perjumpaan ini baik adanya...
kemudian hanya senyap dan tubuh-tubuh yang berjalan pulang.
DT, di penghujung 2013.
- Jakarta, Gramedia Matraman -
memungut kepingan ingatan yang tercecer !
0 komentar:
Posting Komentar